YUTELNEWS.com | Banda Aceh – Menteri Keuangan Republik Indonesia pada 10 Oktober 2024 telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72 Tahun 2024 Tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau, yang kemudian diundangkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada tanggal 18 Oktober 2024, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 762.
Kepala Bidang Fasilitas Kepabeanan dan Cukai Kanwil Bea Cukai Aceh, Leni Rahmasari saat konferensi pers, Kamis (21/11/2024) menjelaskan, peraturan tersebut menggantikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.07 /2021 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor.1513.
Dana Bagi Hasil (DBH) adalah bagian dari transfer ke Daerah yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada Daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara Pemerintah dan Daerah, serta kepada Daerah lain non penghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah.
“Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah dalam menanggulangi eksternalitas negatif atau dampak kesehatan akibat konsumsi barang kena cukai hasil tembakau” papar Leni Rahmasari, Kepala Bidang Fasilitas Kepabeanan dan Cukai, Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Bea Cukai) Aceh.
Saat ini terdapat 3 jenis DBH Perpajakan di Indonesia, diantaranya DBH Pajak Bumi dan Bangunan, DBH Pajak Penghasilan dan DBH CHT. “Sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai dijelaskan bahwa DBH CHT digunakan untuk mendanai peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, atau pemberantasan barang kena cukai ilegal” jelas Leni.
A. Penggunaan DBH CHT
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72 Tahun 2024 Tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau diatur bahwa penggunaan DBH CHT yang digunakan oleh Pemerintah Daerah diantaranya untuk:
* 50% Bidang Kesejahteraan Masyarakat
– Program Peningkatan Kualitas Bahan Baku
– Program Pembinaan Industri
– Program Pembinaan Lingkungan Sosial
* 10 % Bidang Penegakan Hukum
– Program Pembinaan Industri
– Program Sosialisasi Ketentuan di Bidang Cukai
– Program Pemberantasan BKC Ilegal
* 40% Bidang Kesehatan
– Program Pembinaan Lingkungan Sosial
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72 Tahun 2024 dapat diunduh melalui menu Direktori Peraturan website Kanwil Bea Cukai Aceh dengan alamat kanwilaceh.beacukai.go.id atau website Jaringan Informasi dan Informasi Hukum (JDIH) Kementerian Keuangan.
B. Perangi Rokok Ilegal
Sebagaimana penjelasan di atas, bahwa penerimaan cukai dari hasil tembakau terdapat bagian yang dikembalikan kembali ke masyarakat yang besarnya telah ditentukan berdasarkan ketentuan yang berlaku melalui skema DBH CHT. Besar kecilnya DBH CHT tergantung dari penerimaan cukai hasil tembakau di daerah tersebut. “Ada manfaat yang dapat diterima oleh masyarakat dari pengenaan cukai hasil tembakau, sehingga perlu kita kawal bersama terkait penerimaan cukai dari hasil tembakau” ungkap Leni.
Pada kurun 3 tahun terakhir, Kanwil Bea Cukai Aceh berhasil menggagalkan upaya penyelundupan rokok ilegal ke wilayah Aceh. “Jumlah penindakan rokok ilegal mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Kanwil Bea Cukai Aceh mencatat sebanyak 3.5 juta batang rokok ilegal digagalkan pada Tahun 2022, kemudian Tahun 2023 sebanyak 14,3 juta batang rokok ilegal dan Januari 2024 sampai dengan Oktober 2024 sebanyak 21,5 juta batang rokok ilegal berhasil di tengah,” ungkap Leni.
Upaya preventif dan represif perlu terus dilakukan dalam memerangi rokok ilegal. Disamping penegakan hukum, juga perlu peran serta masyarakat dalam memerangi peredaran rokok ilegal di Indonesia. Banyaknya upaya penyelundupan rokok ilegal dapat terjadi salah satunya karena adanya permintaan konsumen di dalam negeri. “Perlu upaya bersama dengan masyarakat untuk mengurangi rokok ilegal. Konsumsi rokok ilegal bukan hanya merusak kesehatan, akan tetapi juga sangat merugikan masyarakat karena tidak ada biaya eksternalitas yang dapat dimanfaatkan dari konsumsi rokok ilegal tersebut” jelas Leni.
Perlunya peran serta Masyarakat dalam mendukung pemerintah memerangi peredaran rokok ilegal. Beberapa ciri rokok ilegal yang dapat dikenali oleh masyarakat diantaranya adalah rokok yang dilekati pita cukai palsu, tidak dilekati pita cukai, dilekati pita cukai yang bukan haknya atau salah personalisasi, dilekati pita cukai yang salah peruntukan, dan/atau dilekati pita cukai bekas di peredaran atau tempat penjualan eceran.
“Mari bersama kita perangi rokok ilegal! Segera laporkan jika menemukan rokok ilegal ke Kantor Bea Cukai terdekat, serta tidak mengkonsumsi rokok ilegal,” pungkas Leni.
(Kaperwil Aceh – Said Yan Rizal)