PELALAWAN -Yutelnews.com Dugaan kriminalisasi terhadap tiga orang wartawan media online oleh Polres Pelalawan mengundang tanda tanya besar bagi semua kalangan. Kuasa hukum ketiga wartawan itu melihat penanganan kasus itu penuh misteri.
Dalam pertemuan dengan sejumlah wartawan Senin (03/02/2025) Maruli Silaban, S.H., selaku kuasa hukum tiga orang wartawan tersebut mengatakan, penanganan kasus itu penuh misteri. “Pihak kepolisian nampaknya terlalu serius menanganinya. Ada banyak peristiwa hukum yang terlalu besar lainnya namun justru penanganannya terabaikan,” ucapnya.
“Polres Pelalawan menerapkan pasal 335 KUHP terhadap ketiga wartawan tersebut yaitu substansinya perbuatan tindak pidana kekerasan dan pengancaman. Padahal baik dengan video yang tersebar di media sosial maupun dalam BAP klien kami, tidak ada kami lihat peristiwa hukum seperti pasal yang diterapkan itu, sebutnya. Kekerasannya dan pengancaman itu dimana? Itu yang menjadi misteri sampai detik ini bagi kami selaku kuasa hukum yang mendampingi ketiga wartawan yang telah ditahan oleh Polres Pelalawan,” ujar Maruli Silaban penuh tanda tanya.
Dikatakan Maruli, “sangat disayangkan jika pihak Polres Pelalawan terlalu serius menangani perkara itu hanya karena viral di media sosial. Narasi caption pada video yang disebarkan oleh akun tiktok yang viral dengan mengatakan “hati-hati di Jl Lintas Timur, banyak sok jagoan premanisme dan Pungli (pungutan liar),” itu tidak benar karena tidak ada dilakukan oleh ketiga wartawan tersebut,” tegasnya.
“Proses penanganan ketiga orang wartawan itu oleh Polres Pelalawan, diperlakukan seperti peristiwa hukum yang begitu mencekam. Mereka bukan teroris, tidak melakukan tindak pidana pembunuhan, tidak melakukan pelecehan seksual dan lain sebagainya. Meskipun ada suatu peristiwa hukum dalam perkara itu namun masih jadi perdebatan karena kami selaku kuasa hukum belum memperoleh pembuktian yang detail dari penyidik Polres Pelalawan,” tandasnya lagi.
Maruli menyebut pihaknya sempat ingin melakukan pertemuan dengan Kapolres Pelalawan namun berakhir kecewa lantaran sedari pagi menunggu hingga malam, Kapolres Pelalawan tidak dapat dijumpai. “Sebelumnya kami sebagai advokad sudah memohonkan agar para tersangka tidak ditahan karena persoalannya tidak terlalu serius, akan tetapi penyidik menyampaikan bahwa itu atas izin pimpinan. Sangat disayangkan ketika mencoba berupaya menjumpai Kapolres Pelalawan (AKBP Afrizal Asri S.IK) sudah ditunggu dari pukul 10.00 WIB pagi sampai pukul 19.00 WIB Jumat (31/01/2025) tidak dilayani, baik Kasat Reskrim maupun oleh Kapolres Pelalawan. Padahal kita sudah berkoordinasi melalui KBO Reskrim Polres Pelalawan untuk dapat bertemu dengan Kasat Reskrim ataupun Kapolres Pelalawan hari itu. Ironisnya tokoh-tokoh masyarakat Nias yang juga ikut bersama-sama menghadap Kapolres Pelalawan hari itu, juga merasa kecewa,” bebernya.
“Kami sebagai advokad terus berupaya sebagaimana yang telah kami mohonkan dari awal agar ketiga wartawan itu tidak ditahan. Pada kasus-kasus lain kami minta melalui penyidik untuk memediasi pelapor dengan terlapor, biasanya cepat terealisasi. Sepertinya perkara ini menjadi suatu atensi pimpinan kepolisian Polres Pelalawan, disinilah letak misterinya,” cetusnya.
Dalam perkara delik aduan seperti ini, sambungnya juga ada ketentuan restoratif justice. Baik di kepolisian atau di kejaksaan maupun di pengadilan, kedua belah pihak dimediasi untuk berdamai secara kekeluargaan. “Akan tetapi ketentuan ini seakan-akan disembunyikan oleh kepolisian. Bahkan kami sudah berupaya meminta nomor telpon pelapor terhadap penyidik, tetapi tidak diberikan. Sepertinya ada sesuatu hal yang jadi tanya besar bagi kita semua dalam penanganan perkara tersebut oleh Polres Pelalawan,” tukasnya lagi-lagi mempertanyakan.
“Kita tidak tahu hal apa yang menjadi misteri dalam perkara ini. Apakah ada satu peristiwa sebelum terjadinya perdebatan antara pelapor dengan terlapor di saat berhenti secara bersama-sama di lokasi kejadian di salah satu SPBU di Pelalawan? Ataukah ada hal lain yang di luar perkara ini yang begitu misteri sehingga polisi melihat kasus ini sangat serius,” ungkap Maruli terus mempertanyakan penanganan kasus ketiga wartawan yang ditahan oleh Polres Pelalawan.
Masih kata Maruli, pada permasalah ini ada banyak yang bertanya kepada kami sebagai advokad baik dari rekan-rekan wartawan maupun dari tokoh-tokoh masyarakat. Apakah ini bukan suatu tindakan kriminalisasi untuk membungkam wartawan dalam melakukan investigasi terkait dengan maraknya peredaran barang ilegal di wilayah hukum Polres Pelalawan,? Hal itu tidak bisa kami jawab, silahkan dinilai sendiri,” tukasnya.
“Kami berharap agar kasus ini tidak sampai di dipersidangan, bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Terkait mobil pick up yang disebut sebagai sicepat oleh pelapor yang merupakan supir, di pengadilan kita minta untuk dihadirkan di persidangan,” ucap Maruli mengakhiri.
Yafanus Buulolo, S.H., partner kuasa hukum tiga orang wartawan itu mengatakan, penanganan perkara tersebut oleh penyidik Polres Pelalawan tidak wajar. “Pasal 335 KUHP yang diterapkan itu adalah, ancaman hukumannya paling tinggi satu tahun penjara, merupakan tindak pidana ringan (Tipiring) yang semestinya tidak harus ditahan,” kata Yafanus.
Melihat proses penanganan perkara tersebut oleh kepolisian Polres Pelalawan, Yafanus mengaku sangat luar biasa. “Laporan masuk pada tgl 22 Januari 2025, lalu tgl 27 Januari 2025 penyidik melakukan pemeriksaan terhadap lima orang rekan wartawan yang terlapor dengan status masih sebagai saksi, tetapi di hari itu juga langsung dilakukan gelar perkara. Lalu pada tgl 30 Januari 2025, tiga orang rekan wartawan diantaranya Junius, Soni dan Abdul ditangkap dan dijadikan sebagai tersangka. Sementara kelima orang wartawan itu sangat koperatip dan tidak mangkir dari panggilan penyidik kepolisian. Sudah kami sampaikan kepada kepolisian bahwa mereka siap dihadirkan jika dipanggil,” kata Yafanus menerangkan.
Menurut Yafanus, penanganan kasus tiga wartawan tersebut terlalu dipaksakan. “Akan tetapi kami melihat pihak Polres Pelalawan terlalu serius menangani kasus ini bak terorisme, atau kasus pembunuhan. Padahal rekan-rekan wartawan ini merupakan mitra dari kepolisian. Ya setidaknya saling menghargailah. Jangan karena viral di media sosial lalu penanganan kasus itu terlalu dipaksakan. Kami melihat ada hal lain yang membuat pihak kepolisian sangat fokus pada penanganan perkara tersebut,” tutup Yafanus juga mempertanyakan.
Informasi yang diperoleh wartawan media ini, “mobil pick up yang yang berdebat dengan sejumlah wartawan di SPBU Palas saat kejadian, diduga sedang membawa baby lobster milik oknum anggota Polda Riau yang tidak dilengkapi dengan dokumen. Supir mobil pick up langsung merekam wartawan sambil marah-marah, dilakukan tujuan agar tidak ketahuan oleh wartawan,” sebut sumber yang enggan diungkap identitasnya.