YUTELNEWS.com | “Bak raso manunggu urang rumah duo bulan ka melahiekan” (seperti menunggu istri dua bulan lagi mau melahirkan) ujar seorang calon legislatif saat kami berdikusi di batas kota Payakumbuh-Sarilamak tepatnya di warung AINA milik Toa Libra, Kamis,14/12/2023.
Di berbagai kelompok sosial, sudah mulai membicarakan peta politik dan di setiap nagari-nagari telah mulai arif siapa yang akan didukung yang dapat mewakili aspirasi nagarinya. Banyak tokoh lama dan tokoh muda yang bermunculan tetapi siapakah yang takah, tokoh dan tageh ? itu yang dalam perbincangan. Salah memilih orang walaupun penduduk suatu nagari itu banyak belum tentu dapat mendudukkan wakilnya di legislatif.
“takah lai tokoh alun , nan alah tokoh tapi alun takah lai karena tidak tageh“ begitu baru yang mengapung terhadap calon-calon yang telah disebut-sebutkan.
Takah, begitulah “kata hidup” untuk memiripkan dengan lebih baik. Kosa kata Minangkabau memiliki kata “takah”. “Takah Orang”, bisa berarti sama dengan “seperti”, “seolah-olah”, “mirip”, “serupa” atau “saroman” dengan orang. Selain kata “takah” orang Minang untuk mengatakan “seperti”, adakalanya dia pakai “saroman”. Misalnya indak saroman itu (tidak seperti itu), takah iko (seperti ini). Begitu juga, takah bisa pula untuk mengatakan “pas’ atau “bagus” atas sesuatu yang kita pakai atau kita lakukan.
Kalau ada yang bilang, takah-takah bareh sipuluik, ditanak badarai (mirip-mirip beras pulut, dimasak berderai), itu artinya lagak tak menjamin isi. Kalau bicara, alangkah hebatnya. Ketika dibuktikan ke kerja atau karyanya, malah kacau. Kalau ada yang mengusulkan kita jadi calon legislatif, karena dalam pikiran kita orang yang akan jadi wakil rakyat itu adalah orang yang telah berbuat bersama rakyat atau sudah ada karya nyatanya bersama rakyat yang dapat dinilai oleh masyarakat yang akan memilihnya, maka caleg yang masih muda dan belum mempunyai reputasi dan karya nyata, dibilang “indak manakah”. Padahal, mestinya, ke-takah-an, mesti berpatok pada isi, substansi, agar tidak kecele, dimasak berderai. Dan belum tentu yang muda tidak berkualitas.
Tokoh merupakan sifat atau rupa (wujud dan keadaan) seseorang. Tokoh Masyarakat seseorang yang telah mempunyai sifat yang disegani oleh masyarakat .Tokoh Keteladan pemimpin yang baik yang dapat dijadikan contoh dan dapat diteladani sifat-sifat baiknya. Tokoh dapat juga sebagai orang yang terkemuka dan kenamaan (dl bidang politik, kebudayaan, dsb).
Tageh merupakan kemampuan seseorang yang dapat menghadapi orang lain tanpa menimbulkan penghinaan. Di dalam lapangan hubungan antar manusia “ketagehan” adalah kemampuan untuk menyampaikan dan melaksanakan hal yang tepat dengan cara dan waktu yang tepat. Sebagai calon legislatif “tageh” ini sangat diperlukan yang didalamnya termasuk kemampuan pendidikan, pengalaman dan finasial untuk keperluan kampanye, dari informasi yang ada sampai duduk menjadi anggota DPRD tingkat Kabupatan/Kota ada menghabiskan dana antara Rp. 500 juta sd Rp1,5 milyar nilai sebuah investasi politik yang cukup besar belum lagi untuk calon anggota DPR RI tentu lebih besar.
Limapuluh Kota mempunyai 79 Nagari yang tersebar di 13 Kecamatan, untuk Pemilu 2024 telah ditetapkan oleh KPU18 partai yang mengikuti pemilu di Limapuluh Kota , maka ada 630 orang tokoh yang ikut andilnya sebagai calon legislatif. Hal ini berarti sekitar 6 sd 15 orang tokoh di satu nagari dapat tampil mewakili sebuah partai. Ironinya nagari yang berpenduduk melebih nilai sebuah kursi bisa tidak mempunyai wakilnya anak nagari yang dapat duduk akibat banyaknya calon legislatif.
Apabila sebuah partai akan berhasil mendudukkannya wakilnya di legislatif harus mencari orang yang “takah,tokoh dan tageh” yang dapat mewakili 2-3 Nagari minimal suara masing -masing pribadi calon dapat menyumbangkan suara 500 sd 700 suara pada partai yang mengusungnya yang apablila dikumalatifkan akan berkisar > 3.000 suara di dalam partainya. Apabila tidak, jangan harap ada waktu.
(Sigit)
Komentar