YUTELNEWS.com | Yayasan Bantuan Hukum Anak (YBHA) Peutuah Mandiri mencatat sebanyak 6.091 pasangan di Aceh mengajukan proses perceraian sepanjang tahun 2023, mengutip data dari Mahkamah Syar’iyah Aceh.
“Jika dihitung dengan acuan dalam setahun 365 hari, maka ada 17 pasangan yang bercerai setiap harinya,” kata Manager Kasus dan Advokasi YBHA, Vatta Arisva, dalam keterangan tertulisnya, Jumat 19 Januari 2024.
Perceraian ini, kata dia, terbagi dalam 2 kategori, baik cerai gugat maupun cerai talak. Kabupaten Aceh Utara, Aceh Tamiang, Aceh Tengah, Aceh Timur dan Bireuen menjadi 5 daerah tertinggi permohonan perceraian tersebut. “Angka ini sungguh mengiris hati dan perhatian publik,” ucap Vatta.
Dia menyayangkan rumah tangga yang seharusnya dibangun atas dasar cinta dan kasih sayang mesti berakhir dengan perceraian.
“YBHA Peutuah Mandiri cukup prihatin dengan tingginya angka perceraian yang terjadi di Provinsi Aceh ini. Sebenarnya angka tersebut mesti menjadi tanggung jawab bersama agar ke depannya dapat ditekan biar semakin berkurang,” ujar Vatta.
Menurutnya, peranan lembaga peradilan memegang peranan penting dalam menekan angka perceraian. KUA sebagai corong awal perkawinan, sudah semestinya mendorong upaya penyadaran pra-perkawinan bagi setiap pasangan yang akan menikah.
Dia menambahkan, para calon pengantin harus diberikan pemahaman yang utuh akan potensi gejolak-gejolak yang akan terjadi dalam rumah tangga nanti, serta solusi cara menghadapi hal tersebut.
“Setiap rumah tangga pasti ada keributan. Proses pendewasaan suami istri bukanlah dari banyaknya konflik yang terjadi, akan tetapi dari bagaimana suami dan istri belajar dalam setiap konflik agar dapat menjadi semakin baik dalam berumah tangga,” pungkasnya.
Oleh karena itu, YBHA mendesak KUA agar membuka ruang terbuka bagi kedua pasangan yang akan melangsungkan perkawinan untuk membicarakan terkait perbedaan pandangan, pekerjaan (ekonomi), mendidik anak dan lain sebagainya yang bisa saja muncul di kemudian hari.
Selain itu, YBHA Peutuah Mandiri melihat perlu adanya lembaga konsultasi permasalahan keluarga yang intens, ketika terjadi suatu permasalahan dalam ranah keluarga di masyarakat, suami/istri dapat berkonsultasi terkait masalah tersebut terlebih dahulu sebelum mengajukan gugatan ke Mahkamah Syar’iyah, karena perceraian bisa berdampak pada psikologis anak.
“Perlu diketahui bahwa efek dari perceraian yang terjadi pasti akan berpengaruh pada psikologis anak dan perselisihan dalam perebutan hak asuh anak. Anak menjadi bahan yang akan diperebutan suami/istri yang sedang bercerai, karena menginginkan hak asuh anak diberikan kepada salah satunya. Hal ini tentu berpengaruh pada tumbuh kembang anak,” paparnya.
Vatta menjelaskan, jika mengacu pada program Keluarga Berencana (KB), setiap keluarga cukup punya 2 (dua) anak, maka dapat dipastikan ada 12.182 orang anak-anak Aceh yang menjadi anak broken home dan membutuhkan perhatian serta penanganan psikologis, ekonomi dan sebagainya secara khusus.
Anak-anak pasca perceraian tersebut, lanjut Vatta, berpotensi sebagai penyumbang angka permasalahan sosial berikutnya di kemudian hari jika tidak ditangani secara serius. Dari anak terlantar, pengemis jalanan dan bisa saja lari sebagai pelaku kejahatan akibat anak-anak tersebut tidak lagi memiliki orang tua yang peduli pada mereka.
“Oleh karena itu, kasus-kasus perceraian harus kita sikapi dengan serius karena menyangkut kehidupan berkeluarga serta perkembangan kehidupan si anak,” ujar Vatta.
Anak dilindungi oleh Negara yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28B ayat 2 berbunyi, “Menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
“Sehingga, mencegah perceraian sama dengan mengurangi angka penelantaran, kekerasan dan anak putus sekolah,” tutupnya.
(Kaperwil Aceh – Said Yan Rizal)