Kontroversi Penangkapan 12 Anggota KPORI: Kapolres Tuban Diminta Klarifikasi 

YUTELNEWS.com | Tuban- Penangkapan 12 anggota Tim Kumpulan Penghimpun Organ Rakyat Indonesia (KPORI) oleh pihak Kepolisian Resor Polres Tuban baru-baru ini memicu kontroversi yang cukup luas di kalangan masyarakat dan aktivis. Dalam konferensi pers yang digelar oleh Kapolres Tuban, AKBP Oscar Syamsudin, sejumlah pernyataan terkait penangkapan tersebut dinilai tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Hal ini menimbulkan berbagai pertanyaan dan spekulasi mengenai kebenaran dari kasus tersebut.

Penolakan Dugaan Pemerasan: KPORI Tegaskan Integritas Tim

Menurut keterangan yang disampaikan oleh Kapolres Tuban, Tim KPORI diduga menerima uang sebesar Rp 20 juta dari pengusaha tambang ilegal di Rengel, Tuban tapi “HOAX” Uang tersebut diklaim sebagai bagian dari kesepakatan yang dibuat untuk menghentikan investigasi terkait dugaan penambangan ilegal dan penyalahgunaan BBM subsidi di kawasan tersebut.

Namun, anggota Tim KPORI membantah keras tuduhan tersebut. Mereka menegaskan bahwa tidak ada kesepakatan atau penerimaan uang dari pihak pengusaha tambang. Tim KPORI mengklaim bahwa mereka justru menolak tawaran uang dari pengusaha tambang yang berniat menghentikan investigasi terkait pelanggaran hukum di sektor tambang.

Tim KPORI menyatakan bahwa mereka memilih untuk melanjutkan investigasi demi mengungkap kebenaran terkait perijinan tambang dan sumber BBM solar subsidi yang digunakan oleh perusahaan tambang tersebut.

Keabsahan Surat Tugas KPORI dan Tuduhan Makar

Selain tuduhan pemerasan, Kapolres Tuban juga mengklaim bahwa surat tugas yang dimiliki oleh KPORI palsu, dan menyebut mereka terlibat dalam aktivitas yang dicurigai sebagai tindakan makar, terorisme, dan radikalisme. Namun, KPORI dengan tegas menolak tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa surat tugas yang mereka miliki adalah asli dan telah dikoordinasikan dengan Presiden, Kapolri, Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, DPR RI, serta petinggi lainnya.maka dari itu KPORI akan menuntut dan meminta kelegalitasan aparat penegak hukum yang selama ini belum sah berdasarkan acuan pada DPR RI yang belum dibentuk dan belum disahkan serta UUD 45 yang diamandemenkan yang bisa merusak tatanan aturan perundang undangan berbangsa dan bernegara

KPORI menyatakan bahwa tuduhan makar, terorisme, dan radikalisme yang diarahkan kepada mereka tidak berdasar dan merugikan nama baik organisasi serta para anggotanya. Mereka juga menyoroti prosedur penangkapan yang dinilai tidak sesuai dengan hukum yang berlaku. KPORI menyebut bahwa penangkapan dilakukan tanpa memenuhi syarat administrasi yang sah, dengan surat penangkapan yang baru diterbitkan setelah penangkapan dilakukan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran mengenai pelanggaran hak asasi manusia dan prosedur hukum yang tidak adil.

Tuntutan Klarifikasi dan Tekad untuk Berjuang Demi Keadilan

Menyikapi pernyataan yang disampaikan oleh Kapolres Tuban, KPORI menuntut klarifikasi resmi dari AKBP Oscar Syamsudin terkait pernyataannya yang dianggap tidak sesuai dengan fakta. Mereka juga menuntut adanya transparansi dan keadilan dalam penanganan kasus ini, agar tidak ada pihak yang dirugikan secara tidak adil.

Lebih lanjut, KPORI menyatakan bahwa mereka akan terus berjuang demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sesuai dengan amanat UUD 1945. Mereka berkomitmen untuk memperbaiki aturan hukum yang dinilai telah mengalami distorsi, serta mengembalikan UUD 1945 ke bentuk aslinya melalui sidang istimewa.

Kasus penangkapan anggota KPORI di Tuban mencerminkan adanya ketegangan antara masyarakat yang memperjuangkan keadilan dan pihak aparat penegak hukum. Dalam situasi yang kompleks ini, diperlukan transparansi, klarifikasi, dan pengawasan yang ketat untuk memastikan bahwa keadilan tetap terjaga. KPORI dengan tegas menolak tuduhan yang diarahkan kepada mereka, dan bertekad untuk terus memperjuangkan hak-hak rakyat kecil serta keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia

(Okik)