YUTELNEWS.com | Banyuwangi – Sebenarnya sudah ada aturannya dimana sekolah dilarang melakukan penjualan buku pelajaran atau seragam. Sebagaimana hal ini disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor: 17 tahun 2010 pasal 181 yang berbunyi: “Pendidik dan tenaga kependidikan baik perseorangan maupun.
kolektif dilarang: poin a) menjual buku pelajaran, bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam disatuan pendidikan”. Tetapi aturan tersebut sering kali tidak dihiraukan, terbukti fakta dilapangan masih banyak sekolah sekolah terang terangan berani menabrak aturan tersebut.
Yaitu dengan melakukan penjualan buku pelajaran kepada siswa. Salah satunya ditemukan disekolah Madrasah Aliyah Negeri 2; (MAN) Genteng kecamatan Genteng kabupaten Banyuwangi.
Hal itu diketahui saat seorang siswanya yang sudah lulus masih memiliki tunggakan pembayaran LKS dan SPP sehingga menyebabkan pengambilan ijazah tertunda. Namun demikian ijazah tetap diberikan oleh sekolah pada hari Jumat, 16 Agustus
2024.
Dan pihak Siswa yang bernama Pramudya menyadari selama ini tidak mengambil ijazah karena merasa masih punya tunggakan uang SPP dan LKS. Jadi bukan karena tidak boleh diambil. “Disekolah kami Kalau siswa ada masalah tunggakan bisa dimusyawarahkan, ijazah tetap bisa diambil, tetapi karena siswa kami bernama Pramudya belum pernah mengambil maka ijazah masih ada disekolah.
“Kata Guru yang bagian pengambilan ijazah. Media YutelNews.com mengkonfirmasi tapi perlu disclaimer dulu bahwa konfirmasi ini bukan persoalan terkait penahanan ijazah tetapi masalah biaya tanggungan SPP dan LKS.
Kenapa disekolah MAN 2 Genteng Kecamatan Genteng Kabupaten Banyuwangi yang notabene sekolah Negeri masih menjual LKS, Haryono salah seorang guru menyatakan.
“Begini pak, pembelian LKS itu sifatnya sukarela atau tidak wajib, boleh beli diluar boleh beli didalam sekolah”.Tetapi yang tidak bisa dielakkan faktanya buku-buku LKS ini menambah beban berat bagi orang tua siswa sehingga menyebabkan biaya pendidikan menjadi mahal. Siswa terpaksa harus beli, karena kalau tidak beli takut ketinggalan pelajaran dari gurunya sebab materi yang diajarkan diambil dari LKS.
Hal tersebut mengundang tanggapan dari aktifis Banyuwangi. Menanggapi hal ini BCW (Banyuwangi Corruption Watch) yang digawangi oleh Masruri sebagai ketuanya menyatakan” Seharusnya tidak ada penjualan buku pelajaran apapun namanya termasuk LKS disekolah, karena aturannya sudah jelas penjualan buku maupun seragam disekolah dilarang, dan kalau itu dilakukan mau tidak mau menyebabkan sekolah berorientasi kearah bisnis”.Lantas bagaimana kalau pihak sekolah beralasan bahwa yang mana penjualan itu tidak ada paksaan bagi siswa, “Sulit rasanya untuk dipahami kalau itu dikatakan bukan paksaan, sebab apa mungkin kalau materi pelajaran diambil dari LKS siswa tidak beli buku LKS? Jawabnya tidak mungkin itu. “imbuh Masruri.
Maka sudah saatnya berbisnis disekolah dihentikan. Jika hal ini diteruskan tanpa ada teguran dari pihak atasan maka biaya sekolah semakin mahal dan akhirnya dikhawatirkan efeknya
nanti banyak anak yang putus sekolah lantaran orang tuanya tidak sanggup lagi membiayai sekolah anaknya Bukankah kewajiban lembaga-lembaga pendidikan terutama sekolah Negeri adalah mensukseskan program pemerintah wajib belajar
(Tim Red)