YUTELNEWS.com | Pasca Pemerintahan Orde Baru (Orba) praktik demokrasi kita di tanah air mengalami lompatan yang cukup jauh. Jika sebelumnya Pemilihan Bupati-Wakil Bupati, Walikota-Wakil Walikota, dan Gubernur-Wakil Gubernur dilaksanakan dengan secara tidak langsung oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) per tingkatan pemerintahan, serta Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan secara tidak langsung oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Maka sejak tahun 2004 lalu pemilihannya dilaksanakan secara langsung, dengan mengikusertakan rakyat untuk memilih Kepala Pemerintahan/Negara sesuai tingkatan pemerintahan tersebut.
Hal ini yang menandai perubahan politik kita yang juga mengalami lompatan yang cukup jauh. Secara spesifik, Pemilihan Bupati-Wakil Bupati, Walikota-Wakil Walikota, dan Gubernur Wakil Gubernur tersebut, lazim disebut Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Pilkada Langsung). Kondisi ini merupakan suatu jawaban atas lemahnya sistem demokrasi perwakilan. Pasalnya, demokrasi perwakilan telah menghilangkan hak rakyat sebagai pemegang kedaulatan, dan digantikan oleh segelintir wakil rakyat, dimana dalam pelaksanaannya terjadi kolusi antar sesama wakil rakyat, elite partai politik dengan para Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Dampak negatifnya kepentingan rakyat kemudian sering terabaikan. Wakil rakyat (DPRD), elite partai politik, dan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, kerapkali memiliki kepentingan sendiri, yang berbeda dengan kepentingan dan aspirasi rakyat. Padahal awalnya demokrasi perwakilan diadopsi sebagai ciri sebuah negara modern, dengan pertimbangan jumlah penduduk dan perlunya kehadiran partai-partai politik, dan lembaga perwakilan sebagai penyalur aspirasi rakyat. Namun demikian setelah diberi kekuasaan, mereka kurang responsif, transparan dan akuntabel terhadap aspirasi rakyat. Mereka cenderung memperhatikan kepentingan sendiri dan kelompoknya.
Atas kondisi politik yang memperihantikan tersebut, maka dalam konteks seperti inilah diperlukan Demokrasi Langsung atau Demokrasi Partisipatoris, dimana rakyat secara langsung ikut berpartisipasi menentukan pimpinannya. Inilah alasan pentingnya pelaksanaan Pilkada Langsung di tanah air. Pasalnya merupakan kebutuhan politik segenap elemen di tanah air, baik itu partai politik, organisasi massa, elite politik, kelas menengah, dan rakyat pada umumnya. Dimana dalam proses transisi pemerintahan di tingkat lokal determinennya adalah rakyat itu sendiri.
Situasi ini menunjukan kepada kita bahwa, perubahan daerah dari berbagai aspek otoritasnya berada ditangan rakyat itu sendiri. Rakyatlah yang memiliki otoritas, untuk memiliki Calon Bupati-Wakil Bupati, Walikota-Wakil Walikota dan Calon Gubernur-Wakil Gubernur, yang setelah terpilih mereka juga memiliki otoritas berdasarkan mandat, yang diberikan rakyat melalui Pilkada Langsung tersebut, untuk melakukan perubahan melalui pelaksanaan pembangunan yang rill di daerah, yang dirasakan langsung oleh rakyat.
Pilkada Langsung yang telah berjalan dibeberapa daerah akhir-akhir ini terlepas dari faktor-faktor kekurangan dan kelebihannya. Tapi, yang jelas di ranah lokal telah terjadi praktek demokrasi langsung (demokrasi partisipatoris) sebagai wujud atau langkah awal pemenuhan hak-hak, keinginan dan tuntutan-tuntutan rakyat sebagai pemilik kedaulatan itu sendiri. Memasuki fase-fase belajar berdemokrasi tresebut, sudah tentu ada nilai-nilai yang ingin dikejar menuju pendewasaan politik rakyat, dan ada juga nilai-nilai yang harus ditinggalkan demi pendewasaan rakyat.
Esensi demokrasi hendaknya diletakkan di atas prinsip dan kesadaran akan kepentingan bersama. Keputusan mayoritas haruslah dihormati. Namun sedapat mungkin dihindari dominasi mayoritas dan tindakan tirani minoritas dalam pembuatan suatu kebijakan politik. Untuk itu dalam pelaksanaan Pilkada Langsung, yang telah berjalan sejak tahun 2004 lalu, terdapat beberapa esensi democratic development (pembangunan demokrasi), yang sudah dilaksanakan di tanah air. Hal ini mencakup beberapa hal, seperti yang disampaikan dibawah ini.
Pertama, esensi demokrasi adalah partisipasi politik. Penentuan pejabat politik merupakan bagian dari partisipasi politik. Pemilihan pejabat politik secara langsung lebih demokratis dibandingkan melalui mekanisme perwakilan. Dalam konteks itu, maka pemilihan secara langsung Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, pada gilirannya akan meningkatkan kualitas keterwakilan, karena rakyat menentukan pemimpinnya sendiri. Keterlibatan rakyat secara langsung dalam proses Pilkada Langsung, ini pada gilirannya nanti akan memperkuat legitimasi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Kedua, Pilkada Langsung membuat rakyat di daerah bisa menentukan siapa calon pemimpin mereka yang dianggap mampu menyelesaikan persoalan di daerahnya. Rakyat akan memilih sendiri Calon Bupati-Wakil Bupati, Walikota-Wakil Walikota, dan Calon Gubernur-Wakil Gubernur. Seleksi melalui agenda Pilkada Langsung tersebut, akan membuktikan kepada rakyat, apakah para Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tersebut, memang benar-benar merakyat atau tidak, yang ditunjukan mereka kepada rakyat melalui pemaparan visi dan misi, yang mampu menarik simpati rakyat untuk memilih mereka.
Ketiga, dengan Pemilihan Langsung, rakyat ikut terlibat secara langsung dalam memilih pemimpinnya. Keterlibatan rakyat secara langsung ini pada gilirannya meningkatkan demokratisasi di tingkat lokal, di mana rakyat benar-benar memiliki kedaulatannya. Dengan kata lain tidak terjadi distorsi dalam pelaksanaan kedaulatan rakyat, layaknya Pilkada tidak langsung, yang diselenggarakan di DPRD Kabupaten/Kota dan Provinsi dahulu. Dengan demikian langkah awal dalam pembangunan demokrasi di ranah lokal telah terlaksana dengan sendirinya.
Terlepas dari itu, pelaksanaan Pilkada Langsung di seluruh tanah air, pada tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi sejak tahun 2004 lalu menandai bergeraknya roda demokrasi kita yang dinamis. Hal ini berbeda dengan Pilkada-Pilkada sebelumnya, yang berlangsung di DPRD tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi, dimana rakyat menyangsikan akuntabilitas dan transparansinya. Pasalnya aspirasi rakyat tergadaikan melalui pilihan daripada para anggota dewan, dimana yang terpilih sebagai Bupati-Wakil Bupati, Walikota-Wakil Walikota dan Gubernur-Wakil Gubernur bukan merupakan pilihan mereka. Tak pelak muncul ungkapan pesimisnya bahwa, ”memilih kucing dalam karung.”
Pada pelaksanaan Pilkada Langsung di seluruh tanah air, pada tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi sejak tahun 2004 lalu tersebut, rakyat memilih langsung pasangan Calon Bupati-Wakil Bupati, Walikota-Wakil Walikota, dan Calon Gubernur-Wakil Gubernur. Mereka dapat mengidentifikasi Calon Kepala Daerah dan Wakil kepala Daerah yang sesuai dengan aspirasi mereka, untuk kemudian dipilih pada hari pencoblosan. Bahkan mereka juga dapat tidak memilih Calon Kepala Daerah dan Wakil kepala Daerah, yang telah mengingkari aspirasi mereka pada masa jabatan lima tahun sebelumnya, dengan tidak meraelisasikan visi dan misi kepada rakyat. Hal ini sebagai konsekuensi dari suara penghukuman rakyat terhadap mereka.
Kondisi ini memperlihatkan kepada kita bahwa, rakyat memiliki otoritas penuh untuk memilih Calon Bupati-Wakil Bupati, Walikota-Wakil Walikota, dan Calon Gubernur-Wakil Gubernur, yang sesuai dengan asaz Pemilihan Umum (Pemilu) : langsung, umum, bebas dan rahasia (Luber) serta jujur dan adil (Jurdil) di Tempat Pelengumutan Suara (TPS), tanpa adanya diintervensi oleh para Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah bersama dengan tim pemenangannya, secara persuasif dan secara radikal.
Situasi kebebasan aspirasi politik rakyat yang idependen tersebut, disambut secara antusiasme oleh rakyat. Hal ini ditunjukan dengan mensupport suksesnya agenda demokrasi di level daerah, agar senantiasa berjalan dengan asaz Pemilu yang Luber serta Jurdil. Para Calon Bupati-Wakil Bupati, Walikota-Wakil Walikota, dan Calon Gubernur-Wakil Gubernur, yang dipilih langsung oleh rakyat melalui Pilkada Langsung tersebut, benar-benar mendapat legitimasi.
Pada akhirnya berdampak pada akuntabilitas kinerja para Bupati-Wakil Bupati, Walikota-Wakil Walikota, dan Gubernur-Wakil Gubernur dalam menjalankan roda pemerintahan, dengan benar-benar dapat mengimplementasikan plat form visi dan misi mereka kepada rakyat. Targetnya yakni, peningkatan kesejahteraan rakyat secara holistik, dan yang berkeadilan. Hal ini merupakan ekspetasi besar rakyat dengan kinerja secara rill dari para Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tersebut.
Banyak daerah pada tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi di tanah air mengalami dinamika pembangunan yang cukup baik, sebagai dampak positif dari hasil pelaksanaan pemilihan Calon Bupati-Wakil Bupati, Walikota-Wakil Walikota, dan pemilihan Calon Gubernur-Wakil Gubernur. Meskipun demikian, tidak semua daerah pada level Kabupaten/Kota dan Provinsi di tanah air mengalami dinamika pembangunan yang cukup baik. Hal ini tidak terlepas dari karakter para Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, yang cenderung lebih mementingkan kepentingan pribadi mereka, daripada memperhatikan kesejahteraan rakyat melalui implementasi visi dan misi mereka secara rill.
Walaupun tidak semua daerah di tanah air mengalami dinamika pembangunan demokrasi yang cukup baik, sebagai dampak positif dari hasil pelaksanaan pemilihan Calon Bupati-Wakil Bupati, Walikota-Wakil Walikota, dan pemilihan Calon Gubernur-Wakil Gubernur. Tentu sebagai rakyat, harus tetap optimis, untuk berkomitmen dengan tetap menggelar Pilkada Langsung level Kabupaten/Kota dan Provinsi. Namun dengan senantiasa melakukan evaluasi, agar agenda demokrasi lokal itu dapat berlangsung berkualitas sesuai asaz Pemilu. Hal ini perlu ditindaklanjuti para stakeholder seperti partai politik, organisasi massa, rakyat serta berbagai stakeholder lainnya, untuk menghadirkan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, yang memiliki kontribusi untuk membangun daerah demi mensejahterakan rakyat.
Kaperwil Maluku (SP)
Oleh : Dr. M.J. Latuconsina, S.IP, MA.
Staf Dosen Fisipol, Universitas Pattimura