Haidar Alwi: Bhayangkara Modern di Tangan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo

Yutelnews.com – Jakarta
Refleksi Sejarah dan Transformasi Ideologis
R. Haidar Alwi, pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, menyatakan bahwa makna Bhayangkara tidak bisa dilepaskan dari akar sejarah dan semangat pengabdian. Kata “Bhayangkara” berasal dari masa Majapahit, merujuk pada pasukan elit yang dipimpin Mahapatih Gajah Mada. Tugas mereka bukan sekadar melindungi raja, tetapi menjamin stabilitas negara dan menegakkan keadilan. Dalam konteks modern, Bhayangkara bukan lagi pelindung istana, melainkan penjaga rakyat dan konstitusi. Dan di bawah kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo, makna itu bukan hanya dihidupkan kembali, tetapi diperkuat dengan transformasi nyata.

Sejak menjabat sebagai Kapolri pada awal 2021, Jenderal Listyo memperkenalkan visi besar bertajuk Presisi, Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan. Visi ini bukan jargon administratif, tapi arah kebijakan yang mengikat secara moral dan struktural. “Polri Presisi” menjadi pondasi yang mengarahkan Polri untuk tampil sebagai institusi sipil yang adaptif, transparan, dan berpihak kepada keadilan. Dalam catatan saya, setiap peringatan Hari Bhayangkara di era Listyo mengandung muatan reformasi, bukan seremoni belaka.

*_Dari Refleksi Menuju Pembenahan Internal dan Politik Publik._*

Peringatan Bhayangkara ke-75 di tahun 2021 menjadi momentum awal penegasan visi Presisi. Pada tahun 2022, ujian datang dari dalam: kasus pembunuhan antaranggota yang mengguncang kepercayaan publik. Namun Kapolri tidak lari dari tanggung jawab. Ia memimpin langsung penanganan kasus itu, membuka fakta ke publik, dan menindak oknum tanpa pandang bulu. Ini bukan hanya langkah hukum, tapi juga tindakan moral yang memperlihatkan keberanian institusional. Dalam benak saya, inilah karakter Bhayangkara yang sesungguhnya—berani bersih meski harus membersihkan luka dari dalam.

Tahun 2023 dan 2024, pendekatan keterbukaan semakin dominan. Peringatan Hari Bhayangkara tidak lagi eksklusif, melainkan inklusif. Diselenggarakan di ruang terbuka, diiringi pesta rakyat, doa lintas agama, bahkan permintaan maaf terbuka dari Kapolri kepada masyarakat atas kekurangan Polri. Bagi saya, ini adalah bentuk kematangan institusi: mampu menerima kritik, dan menanggapi dengan pembenahan.

Tahun 2025, dalam menyambut HUT ke-79 1 Juli 2025, Kapolri kembali meluncurkan gagasan baru: lomba video edukatif Bhayangkara Presisi. Ini adalah bentuk literasi publik yang progresif. Polri tidak lagi ingin menjelaskan dirinya sendiri lewat podium, tapi lewat partisipasi masyarakat digital. Divisi Siber juga diaktifkan untuk mendampingi ruang publik yang kini rentan hoaks dan kejahatan digital. Yang menarik, Kapolri juga memperkuat sinergi keamanan nasional dengan memberi penghargaan Bintang Bhayangkara Utama kepada pimpinan TNI. Ini bukan sekadar simbol, tapi strategi: membangun solidaritas nasional antar-lembaga dalam menjaga stabilitas negara.

*Dari segi politik,* langkah Jenderal Listyo terukur. Dalam masa transisi dari Presiden Jokowi ke Presiden terpilih Prabowo Subianto, Kapolri secara terbuka mengundang keduanya dalam peringatan Bhayangkara. Sikap ini memperlihatkan bahwa Polri memilih loyal kepada konstitusi, bukan kepada figur. Ia membuktikan bahwa institusi negara tetap harus berdiri netral, profesional, dan konsisten dalam mengawal demokrasi.

*“Transformasi Bhayangkara hari ini bukan tentang citra,* tapi tentang makna. Di tangan Jenderal Listyo, Polri bukan lagi alat kekuasaan, tapi penjaga kepercayaan,” kata Haidar Alwi.

Jika ada yang patut dicatat dari rangkaian peringatan Bhayangkara di era Listyo, maka itu adalah konsistensi untuk terbuka terhadap kritik dan berani memperbaiki. Tidak semua pemimpin mampu melakukannya. Di tengah tuntutan publik yang tinggi dan dinamika politik yang kian keras, Kapolri tetap berjalan di jalur konstitusional, menjaga institusi agar tetap utuh dan relevan.

“Bagi saya, ini bukan soal reputasi pribadi. Ini soal arah masa depan Polri sebagai Bhayangkara modern. Dan Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah memberi contoh yang patut diikuti,” tegas Haidar Alwi.

*Dengan transformasi digital, pendekatan humanis,* serta keberanian politik dan moral dalam menghadapi krisis, Kapolri menunjukkan bahwa Bhayangkara hari ini bukan sekadar pasukan, tapi simbol karakter bangsa. Dan selama arah ini dijaga, saya optimis bahwa kepercayaan rakyat akan terus tumbuh.

“Karena Bhayangkara yang sejati bukan yang gagah di depan kamera, tetapi yang teguh menegakkan keadilan tanpa sorotan. Dan itu sudah ditunjukkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo,” pungkas Haidar Alwi.

(Singgih)

Posting Terkait

JANGAN LEWATKAN