Diduga Sejumlah Jongos Mafia PETI Lantang Tolak Penertiban Gunung Botak

Yutelnews.com//

Penertiban tambang emas ilegal di kawasan Gunung Botak (GB) oleh pemerintah provinsi Maluku rupanya membuat sejumlah pihak merasa terusik, Selasa (21/07/2025) Informasi yang dihimpun menyebutkan, mereka yang paling lantang menolak penataan GB justru adalah kaki tangan para bos besar mafia tambang ilegal, yang selama ini meraup keuntungan dari aktivitas jual beli bahan berbahaya seperti merkuri dan sianida.

Berdasarkan sumber terpercaya, Polda Maluku beberapa waktu lalu telah menangkap sejumlah bos besar yang selama ini menjadi otak di balik maraknya aktivitas tambang tanpa izin (PETI) di wilayah GB. Meski begitu, masih banyak bos lainnya yang hingga kini bebas berkeliaran dan tetap menjalankan bisnis haramnya, terutama dalam hal distribusi bahan kimia berbahaya (B3).

Penjualan merkuri dan sianida oleh jaringan mafia ini dilakukan secara terang-terangan, tak ubahnya pedagang sembako. Titik-titik utama distribusi B3 ilegal disebut berada di kawasan GB Lebe, khususnya di Jalur B, Desa Persiapan Wamsait. Di lokasi ini, para “jongos” atau kaki tangan bos besar tak hanya menjajakan B3, tapi juga aktif membeli emas langsung dari penambang rendaman.

Salah satu jongos yang identitasnya dirahasiakan mengaku, dirinya mendapat komisi hingga Rp50.000 per kaleng dari hasil penjualan B3. Dalam sehari, ia bisa menjual hingga 200 kaleng, dan dalam sepekan bisa tembus lebih dari 1.000 kaleng. Jika dikalkulasikan selama 14 tahun tambang ilegal ini berjalan, maka jumlah merkuri dan sianida yang beredar sudah mencapai ratusan hingga ribuan ton — mencemari lingkungan dan merusak ekosistem Pulau Buru.

Melihat kondisi ini, langkah Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa menerbitkan izin pertambangan rakyat (IPR) kepada 10 koperasi dianggap sebagai langkah maju dalam penataan GB. Namun niat baik pemerintah justru ditanggapi sinis oleh sebagian pihak dengan alasan melindungi mata pencaharian rakyat kecil.

“Padahal yang paling berteriak itu justru para jongos mafia tambang yang selama ini menikmati untung besar dari aktivitas ilegal ini,” ujar sumber tersebut.

Ironisnya, para penambang kecil yang hanya menggunakan alat seadanya seperti linggis atau yang dikenal sebagai “kodok-kodok”, justru kerap menjadi korban tertimbun longsor akibat tembakan dompeng. Mereka pula yang sering mengalami kekerasan bahkan kematian, namun suara mereka tenggelam oleh propaganda kaki tangan para bos.

Penertiban GB memang sudah sangat mendesak. Karena itu, upaya Gubernur Maluku seharusnya mendapat dukungan penuh dari masyarakat dan aparat penegak hukum. Penolakan yang muncul di media sosial maupun aksi di lapangan perlu ditelusuri lebih jauh—karena bisa jadi, itu hanyalah suara sumbang dari para jongos mafia yang takut kehilangan setoran.(LM-05) …
( M.Masuku)

Posting Terkait

JANGAN LEWATKAN