DPW PEKAT IB Jateng Dorong APH Usut Tuntas Kasus BPR Bank Jepara Artha

YUTELNEWS.com | Jepara – Joko Budi Santoso, Ketua DPW Pekat-IB Jawa Tengah, Selasa (7/5/2024) mendatangi kantor BPK Jateng di Semarang.

DPW PEKAT-IB Provinsi Jawa Tengah bertujuan mendorong APH atau aparat penegak hukum ikut serta dalam penyelidikan dan penyidikan dugaan penyaluran kredit fiktif PT. BPR Bank Jepara Artha (BJA).

Joko Budi Santoso, menyampaikan dirinya juga mendorong kasus ini diusut tuntas, termasuk menjangkau pihak-pihak yang terlibat. Apalagi kasus ini diduga menyerat banyak nama pengusaha maupun politikus di Jateng.

Diketahui, PT Bank Jepara Artha (Perseroda) merupakan satu-satunya bank milik Pemkab Jepara yang dimodali atau penyertaan modal melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Joko Budi Santoso memberikan informasi dari keterangan sumbernya bahwa dari 58 debitur yang bermasalah pengajuan kreditnya berasal dari wilayah Jepara, ada yang berasal dari Semarang serta Jogyakarta. “Dari salah satu penyaluran kredit PT. Bank Jepara Artha (Perseroda) yang diduga bermasalah adalah terbitnya surat peringatan 1 kepada salah satu debitur asal Semarang dengan inisial T atau J yang dapat undangan BPK atau Badan Pemeriksa Keuangan Jateng dan konfirmasinya pada tanggal 12 Februari 2024,” katanya.

Bila dikemudian hari terbukti kalau surat perjanjian kredit nomor: 008.3 /0265/BPR/III/2022 tanggal 31 Maret 2022 antara PT. Bank Jepara Artha dengan J terbukti fiktif. “Oknum bank dapat dijerat dengan Pasal 49 Ayat (1) huruf a Undang-Undang No 7 Tahun 1992, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan: Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 10 miliar dan paling banyak Rp 200 miliar,” infonya.

“Kami menduga kuat bahwa permasalahan PT. Bank Jepara Artha mengarah kepada tindak pidana korupsi, mengingat PT. Bank Jepara Artha (Perseroda) dimodali oleh APBD Kabupaten Jepara,” lanjutnya.

Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Jepara melalui kuasa hukumnya mengungkapkan Bank Jepara Artha (BJA) telah merugikan negara.

Pemerintah sempat menyuntik modal kepada bank plat merah tersebut Rp 24 miliar.

Namun dalam perkembangannya BJA kolaps dan kerugiannya terakumulasi hingga ratusan miliar.

Dikutip dari pantura.tribunnew, hal ini terkuak usai sidang perdana permasalahan PT. BPR Bank Jepara Artha (BJA) dengan tahapan mediasi antara kuasa hukum Pemkab Jepara dengan kuasa hukum direksi dan komisaris di Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Jepara, Senin (6/5/2024).

Mursito, perwakilan kuasa hukum Pemkab Jepara mengatakan, gugatan ini didasarkan pada PP Nomor 54 tahun 2017 mengenai pertanggungjawaban terhadap Perseroda.

“Dalam aturan tersebut tanggung jawab Perseroda adalah Direksi dan Komisaris, sehingga fokus gugatan kami adalah Direksi dan Komisaris bila terjadi kerugian,” jelas Mursito.

Pihaknya juga mendasarkan gugatan dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Disebut bahwa BJA telah merugikan negara karena modal untuk pembangunan sahamnya berasal dari pemerintah Kabupaten Jepara.

Mursito mengungkapkan, ada sejumlah debitur bermasalah yang nilai kreditnya bermasalah. Sejumlah debitur bermasalah tersebut nilai kreditnya bahkan bisa mencapai Rp 6 miliar sampai Rp 260 miliar.

“Yang kami temukan BJA dirugikan Rp 352 miliar. Temuan itu masih kami dalami, patut diduga ada malprosedur antara hak tanggungan dengan nilai kredit yang diberikan, dan itu menyalahi PBI (Peraturan Bank Indonesia),” imbuhnya.

Dia menambahkan, masalah ini semakin pelik. Terlebih Bank Jateng sempat menolong hingga Rp 100 miliar kepada bank tersebut. Seperti diketahui, persoalan yang mendera BPR Jepara Artha muncul ke permukaan seiring temuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ada 35 debitur yang persyaratan jaminannya bermasalah.

Terdapat sekitar 70 hingga 80 bidang agunan yang proses balik nama dan jual beli ke nama debitur belum selesai. Kondisi itu dianggap bermasalah oleh OJK dan dianggap mengkhawatirkan

Rata-rata debitur ini berasal dari luar kota. Seperti Klaten, Semarang, Jogja, Sleman, Solo dan Wonogiri.

Hasil audit OJK itu juga diperkuat dengan temuan pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). PPATK menemukan kredit yang diduga bermasalah itu mengalir ke sejumlah nama dan lembaga atau perusahaan. Sumber: Priyo Hardono Ketua DPD PEKAT IB Jepara.

Eko

Posting Terkait

JANGAN LEWATKAN