YUTELNEWS.com | Banyuwangi – Polemik penjualan seragam oleh Sekolah semakin panas. Hal ini setelah adanya pemberitaan media ini terkait indikasi penjualan Seragam di SMKN 1 Tegalsari dengan mematok harga diluar kewajaran yaitu Rp. 2.750.000 yang wajib dibeli siswa baru. Hingga pemberitaan tersebut diturunkan langsung direspon oleh lembaga swadaya masyarakat BCW dengan ketuanya Masruri yang perduli terhadap isu isu di seputar pendidikan dengan segala bentuk tingkah polahnya yang makin menjurus pada komersialisasi. Sabtu 21/09/2024.

Masruri melontarkan kritikan pedas yang mana menurut BCW hasil temuan dilapangan penjualan seragam diberlakukan untuk semua siswa sebanyak kurang lebih 576 siswa baru dengan harga lebih tinggi dari harga di pasaran. Praktek ini jelas-jelas memberatkan wali murid serta diduga ada indikasi menguntungkan oknum-oknum sekolah.

Dengan bukti pembengkakkan harga yang cukup fantastis.
Kepala Sekolah SMKN 1 Tegalsari Gatot Kurnianta membantah semua narasi seperti yang termuat dimedia online.

Baru-baru ini dengan klarifikasinya di salah satu media. menyatakan bahwa penjualan seragam tersebut tidak sepenuhnya benar. Melainkan yang terjadi pihak sekolah yang dipimpinnya justru memberikan seragam secara cuma cuma atau gratis bagi siswa baru yang tidak mampu.

Menurutnya hal tersebut merupakan kerjasama antara siswa jurusan tatabusana dengan toko toko untuk memberikan seragam gratis kepada siswa baru yang tidak mampu. Namun lebih lanjut toko mana saja yang memberikan seragam gratis tidak disebutkan. Selain gratis Gatot mengakui seragam tersebut juga dijual melalui Koperasi sekolah (Kopsis) bukan sekolah yang menjual dan pihak sekolah tidak mewajibkan membeli.
Masruri Ketua BCW malahan mempertanyakan apakah Kopsis bukan dibawah kewenangan sekolah ? Dan toko toko mana yang kerjasama dengan pihak sekolah menyalurkan seragam gratis ? Jangan sampai apa yang disampaikan ke masyarakat informasi hoax.

Justru yang dipermasalahkan BCW kenapa ada selisih harga yang lumayan tinggi antara seragam yang dijual di pasar dan di sekolah, kurang lebih sampai satu jutaan lebih tinggi yang dijual di sekolah. “Kalau siswa barunya ada 576 siswa coba hitung saja yang diduga mengalir ke oknum oknum berapa ?” Pungkas Masruri ketua BCW.

Pemerintah sendiri sudah menetapkan pelarangan penjualan seragam di sekolah karena khawatir sekolah atau lembaga pendidikan dibuat ajang bisnis yang akhirnya orang tua murid jadi korban. Dan kekhawatiran itu benar terjadi.

Sekolah-sekolah yang memaksakan diri padahal sudah ada larangannya sudah hampir pasti motifnya tidak ada lain mencari keuntungan diri sendiri para oknum tersebut dengan cara mengkonersialisasikan pendidikan. Sebab wilayah pendidikan bukan wilayah bisnis. Penjualan lewat Kopsis itu hanya merupakan cara mensiasati peraturan. Yang pada intinya wali.

Murid tidak berani protes atas adanya komersialisasi ini, hanya saja dia akan pinjam ke pinjol (pinjaman online) yang mencekik kehidupan ekonomi sekedar untuk membayar seragam anaknya. Ironisnya memang katanya wajib belajar tapi malah membiarkan rakyatnya terjerat pinjol demi pendidikan anaknya yang wajib. “Pungkas Masruri.

(Tim Red)

By Admin02

You cannot copy content of this page