Nelayan Sedanau Protes Kapal Cumi yang Langgar Batas Zona Tangkap, Minta Tindakan Tegas Pemerintah

NATUNAYUTELNEWS.com —Sedanau, 29 November 2024 Ratusan nelayan di Kecamatan Sedanau, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, menggelar protes besar-besaran terhadap operasional kapal cumi KM Lucas Cendana Jaya yang diduga telah melanggar batas zona tangkap. Kapal yang berasal dari Tanjung Balai ini dikabarkan beroperasi di perairan yang berada di bawah 12 mil, yakni sekitar 4 hingga 5 mil dari pesisir Pulau Selaut, yang seharusnya menjadi kawasan eksklusif bagi nelayan lokal.

Kapal yang terdaftar dengan GT-29-2766/GGe-2021 ini telah menimbulkan keresahan di kalangan nelayan setempat. Para nelayan mengklaim bahwa aktivitas kapal tersebut merugikan mereka, karena semakin mempersempit ruang tangkap ikan di wilayah yang sudah mereka kuasai.

Kejadian ini memicu kemarahan, dan nelayan pun bertindak dengan menahan kapal tersebut di dermaga Sayonara, Kelurahan Sedanau, untuk memastikan agar kapal tersebut tidak melanjutkan operasinya di perairan yang tidak sesuai.

Beberapa nelayan yang diwawancarai oleh awak media Yutelnews mengungkapkan, bahwa bukan hanya kapal KM Lucas Cendana Jaya namun kapal-kapal “lengkong” lainnya juga kerap beroperasi di wilayah yang melanggar batas zona tangkap.

Mereka melaporkan bahwa kapal-kapal ini sering kali mendekat ke perairan bahkan beroperasi sekitar 4-5 mil dari pulau-pulau yang ada di sekitar sedanau, hal ini sangat merugikan nelayan lokal yang hanya mengandalkan perairan tersebut untuk mencari nafkah.

Sebagai respons terhadap masalah ini, nelayan Sedanau menyusun tuntutan resmi yang ditandatangani dalam sebuah berita acara yang tercatat pada 30 November 2024. Dalam dokumen tersebut, perwakilan dari kelompok nelayan Sedanau menyampaikan tuntutannya kepada pemerintah daerah Kabupaten Natuna, Dinas Perikanan Provinsi Kepri, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk menindak tegas kapal-kapal yang melanggar batas zona tangkap, serta mendukung upaya untuk menjaga keberlanjutan kehidupan nelayan tradisional.

“Selama ini kami merasa terpinggirkan. Kapal-kapal yang beroperasi di zona tangkap kami, terutama yang mendekat ke pulau-pulau kecil, telah merusak ekosistem laut dan sumber daya ikan yang menjadi mata pencaharian kami. Kami meminta agar pemerintah segera turun tangan dan memberikan solusi agar hak kami sebagai nelayan tradisional dapat terlindungi,” ujar seorang nelayan setempat yang tidak ingin disebutkan namanya.

“Keprihatinan ini mendapat perhatian serius dari pemerintah Kabupaten Natuna, yang segera menggelar rapat dengan perwakilan nelayan, Dinas Perikanan Provinsi Kepri, dan BPSDL (Badan Pengelola Sumber Daya Laut) untuk mencari solusi bersama. Salah satu hasil rapat adalah komitmen untuk memperjuangkan kesejahteraan nelayan lokal dan memastikan keberlanjutan sumber daya alam di perairan Natuna”.

Protes ini menggaris bawahi pentingnya perlindungan terhadap zona tangkap bagi nelayan kecil, serta pentingnya penegakan hukum yang tegas terhadap kapal-kapal yang tidak mematuhi aturan. Diharapkan, dengan adanya kerjasama antara pemerintah dan nelayan permasalahan ini dapat diselesaikan demi kesejahteraan nelayan lokal dan kelestarian ekosistem laut di sekitar perairan Natuna.

Permintaan dari 3 orang perwakilan nelayan,Wan Mustarhadi, Abu Hurairah La Timba, Novpriadi, dan anggota-anggota nelayan lainya meminta kepada pemerintah Kepri dan KKP pusat tuntutan kami dari sejak tanggal terbitnya berita acara yang sudah di sepakati bersama, sepuluh hari kedepan belum ada juga keputusannya dari pemerintah maka nelayan Sedanau akan menggunakan hukum adat (kearifan lokal) tutupnya.

(Darmansyah)

Posting Terkait

JANGAN LEWATKAN

NEWS FEED