LSM Lingkungan Hidup Desak Aparat Penegak Hukum Tangkap Perambah Hutan Suaka Margasatwa Kerumutan

NEWS50 Dilihat

YUTELNEWS.com | Pekanbaru – Aliansi Jurnalis Penyelamat Lingkungan Hidup (AJPLH) melancarkan kecaman keras terhadap para perambah hutan yang merusak Suaka Margasatwa Kerumutan, sebuah kawasan lindung yang kini terancam punah akibat tindakan ilegal yang terus berlanjut. Dalam pernyataan yang disampaikan kepada media, Rabu (12/3/2025).

Aliansi Jurnalis Penyelamat Lingkungan Hidup (AJPLH) menuntut agar aparat penegak hukum segera mengambil langkah tegas dengan menangkap dan memproses hukum para pelaku yang tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga menghancurkan ekosistem yang sangat vital bagi keberlanjutan lingkungan hidup Indonesia.

Amri Koto, Ketua AJPLH Kabupaten Pelalawan menyatakan bahwa kerusakan yang ditimbulkan oleh para perambah hutan ini sudah melampaui batas toleransi. “Tindakan mereka bukan sekadar merusak alam, tetapi juga menghancurkan masa depan generasi yang akan datang,” ucapnya.

“Suaka Margasatwa Kerumutan adalah tempat yang menjadi rumah bagi berbagai spesies langka dan kritis. Mereka yang merusak kawasan ini harus bertanggung jawab dan dihukum dengan seberat-beratnya!” tegasnya.

Ketua AJPLH ini mengungkapkan kekesalannya terhadap lambannya tindakan pemerintah dan aparat penegak hukum dalam menanggapi laporan tentang aktivitas ilegal di kawasan hutan ini “APH hanya menangkap pemain kecil saja sementara Para mafia dan pemain besar aman-aman saja,” cetus Amri Koto.

LSM Lingkungan Hidup AJPLH resmi melaporkan dugaan tindak pidana ilegal logging yang terjadi di Kerumutan Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau pada Hari Rabu, 19 Februari 2025. Laporan tersebut telah diterima oleh penyidik Balai GAKKUM Kehutanan Sumatera Wilayah II. Berkas Laporan diserahakan kepada penyidik, Arif untuk menindaklanjuti kasus ini sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini sebagai bentuk kepedulian terhadap pelestarian hutan dan membantu APH dan Pemerintah untuk melindungi hutan secara bersama-sama dari perbuatan para perambah hutan tanpa izin yang lengkap.

Balai GAKKUM LHK Wilayah Sumatera Wilah II, melalui Arif sebagai Penyidik, mengatakan bahawa laporan tersebut di terima dan untuk konfirmasi selanjutnya kepada Kepala Seksi saja.

“Kalau untuk meminta tanggapan kepada Kepala Seksi saja Pak, saya di bagian penyidik. Laporan ini akan disampaikan kepada atasan untuk ditindaklanjuti,” katanya.

Menurut Ketua Umum AJPLH, Soni, S.H.,M.H, bahwa keterangan sahnya hasil hutan yang ditegaskan dalam Pasal 16 UU 18 Tahun 2013 yang berbunyi :

“Setiap orang yang melakukan pengangkutan kayu hasil hutan wajib memiliki dokumen yang merupakan surat keterangan sahnya hasil hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kemudian, larangannya diatur dalam Pasal 37 angka 3 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 12 huruf e UU 18 Tahun 2013 yang berbunyi :

Setiap orang dilarang :

(e) mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama surat keterangan sahnya hasil hutan;

Sanksi pidana terhadap pelanggaran ketentuan tersebut, termasuk bagi seorang pengemudi/sopir yang melakukan kegiatan ataupun aktivitas pengangkutan hasil hutan kayu tanpa memiliki surat keterangan sahnya hasil hutan, diatur dalam Pasal 37 angka 13 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 83 ayat (1) huruf b UU 18 Tahun 2013 :

Orang perseorangan yang dengan sengaja :

mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama surat keterangan sahnya hasil hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf e;
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah),” jelas Soni, S.H.,M.H, juga sebagai Praktisi Hukum.

Salah satu masyarakat yang tidak mau namanya di publikasikan mengatakan, selama ini perambah hutan telah beroperasi dengan bebas tanpa ada rasa takut terhadap ancaman hukum. Hal ini membuat kerusakan hutan yang semakin parah, sementara dampaknya terhadap lingkungan sudah sangat mengkhawatirkan.

“Pemerintah dan aparat penegak hukum harus segera bertindak. Jangan hanya berdiam diri ketika kawasan hutan yang sangat penting bagi ekosistem kita terus dihancurkan. Jika tidak ada tindakan yang jelas, maka lihat saja nanti hutan-hutan ini hilang begitu saja, dan dengan itu, masa depan kita juga akan terancam susah,” ucapnya.

Aktivis lingkungan hidup ini juga menuntut agar pengawasan terhadap kawasan-kawasan hutan lindung seperti Suaka Margasatwa Kerumutan diperketat, dan peraturan yang ada ditegakkan dengan konsisten tanpa pandang bulu.

Amri, menegaskan bahwa penegakan hukum terhadap para perambah hutan bukan hanya soal pelaku individu, tetapi juga merupakan bagian dari upaya untuk melindungi kedaulatan alam Indonesia dari praktik-praktik yang merusak.

Kerusakan yang terjadi di Suaka Margasatwa Kerumutan, yang terletak di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, telah menurunkan kualitas udara, mengancam habitat satwa liar, dan berkontribusi terhadap peningkatan emisi karbon dan banjir.

Dengan musibah banjir yang melanda Kabupaten Pelalawan saat ini kita bisa menyimpulkan bahwa penyebab banjir tidak terlepas dari pelaku perambahan hutan secara ilegal.

Amri juga mengingatkan bahwa aksi pembalakan liar ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan yang lebih besar yang mengancam ketahanan alam Indonesia.

Amri yang merupakan aktivis lingkungan hidup ini menutup pernyataannya dengan peringatan keras. “Jika tindakan tegas tidak segera diambil, kami akan terus menyuarakan dan mengawal masalah ini. Kami tidak akan berhenti sampai para pelaku perusakan hutan ini dihadapkan pada hukum yang setimpal, dan kawasan Suaka Margasatwa Kerumutan kembali dilindungi dengan sepenuhnya,” pungkasnya.

AS